Minggu, 11 Desember 2011


MANUSIA & KERBAU
Oleh : Rev. Chandra Gunawan, M.Th (Dosen STT Cipanas)
Saya tidak tahu apakah judul artikel ini menarik ataukah tidak bagi anda, namun sebagian orang barangkali berpikir ini artikel kok iseng amat masa manusia dan kerbau dibuat sejajar? Semua orang pasti tahu bahwa manusia dan kerbau pasti beda lah…

Kerbau dan manusia memang berbeda. Manusia sangat berkeberatan jika disamakan dengan kerbau, benar tidak? meskipun demikian manusia ternyata secara tidak sadar sering memperlakukan sesamanya seperti layaknya kerbau. Mungkin sekarang anda bertanya kok bisa demikian?

Begini penjelasannya…
Coba kita pikirkan apakah beda dari manusia dan kerbau? Apakah perbedaan manusia dan kerbau terbatas pada dia binatang berkaki empat sementara kita berkaki dua? Atau karena dia kerjaannya di sawah dan kita di kantor? Pasti bukan itu jawabannya semua orang juga tahu. Lantas dimana bedanya?

Kerbau adalah mahluk yang tidak punya kebebasan. Kerbau tidak bisa memilih hari ini ia mau makan dengan lauk apa? Apakah pake tempe, tahu atau daging ayam. Kerbau hanya bisa makan rumput, itupun sebatas yang diberikan oleh tuannya yakni sang petani, kalopun ia bisa bebas memakan dan memilih rumputnya sendiri, tapi itupun terbatas pada area yang sang pentani ijinkan. Kerbau tidak bisa menentukan apakah di sore hari ia mau jalan-jalan ataukah istirahat saja dirumah. Maka dapatlah kita katakan bahwa keberadaan kerbau dibatasi secara paksa oleh pemiliknya yakni sang petani.

Namun manusia berbeda dengan kerbau. Manusia diciptakan Tuhan dengan sebuah kebebasan yang ada dalam dirinya sendiri. Istilah filsafatnya adalah kebebasan eksistensialis. Kebebasan jenis ini sudah melekat dalam diri manusia bahkan sejak manusia pertama yakni Adam dan Hawa ada dalam dunia. Coba saja lihat, bukankah perintah semua buah dalam taman ini boleh di makan kecuali pohon yang satu itu… menunjukan bahwa Allah sedari semula telah memberikan dan menganugrahkan kepada manusia sebuah kebebasan untuk memilih apa yang ‘ingin dikerjakannya’ entah itu yang baik dan benar ataupun salah dan jahat. Tentu kebebasan ini bukanlah tanpa konsekuensi. Ada konsekuensi atau tanggung jawab yang manusia harus pikul dalam setiap pilihannya. Namun yang pasti, manusia adalah mahluk yang Tuhan ciptakan dan jadikan dengan kebebasan, titik.

Kebebasan yang ada pada setiap manusia inilah yang membuat ciptaan yang satu ini menjadi manusia. Apa maksudnya? Maksudnya adalah tanpa sebuah kebebasan yang dimiliki oleh seorang maka seseorang akan menjadi tidak berbeda dengan kerbau dan teman-temanya. Bukankah yang membedakan manusia dengan pohon, gunung dan kerbau serta teman-temannya adalah karena manusia diciptakan Tuhan dengan kebebasan. Manusia berhak menentukan apa yang dia ingin kerjakan sementara kerbau dan teman-temannya tidak. Bukankah faktor inilah yang tidak dimiliki oleh ciptaan Tuhan yang lain, faktor yang menjadikan manusia unik dan berbeda dari kerbau dan teman-temannya.

Yang mengherankan adalah di zaman dulu ataupun sekarang manusia ternyata cenderung tidak menghargai dan tidak menghormati kebebasan sesamanya. Manusia menjadi mahluk yang suka memaksakan kehendak dan menindas kebebasan sesamanya, yang suka dengan cara paksa membuat sesamanya tidak lagi bebas menentukan pilihannya sendiri. Dengan lain perkataan, manusia di zaman ini memperlakukan sesamanya seperti kerbau.

Ambilah contoh… ada beberapa orang tua yang tidak menghargai kebebasan anaknya dalam menentukan masa depan hidupnya sendiri. Misalnya saja si A punya cita-cita ingin jadi aktor sementara orang tuanya punya cita-cita anaknya mesti jadi dokter. Lantas dengan berbagai cara maka orang tua dari si A ini memaksa supaya anaknya tidak jadi aktor tapi jadi dokter. Apakah perlakukan orang tua ini dapat dibenarkan?

Perlakukan orang tua yang seperti ini pada si A tidak beda dengan memperlakukannya seperti kerbau. Sama seperti kerbau tidak punya hak dan pilihan untuk menentukan apa yang ingin dikerjakannya demikianlah anak dari orang tua si A.

Mungkin sekarang kita bertanya, apakah dengan demikian demi menghargai kebebasan seseorang maka kalopun seseorang sedang melakukan kesalahan maka kita harus biarkan saja dia jatuh? Tentu tidak demikian. Kita selaku sesama manusia wajib dan harus mengingatkan hal yang baik dan benar, memperingatkan hal yang buruk dan jahat serta mengingatkan segala konsekuensi dan tanggung jawab yang harus ditanggung seseorang atas pilihannya.

Namun pilihan tetap ada ditangan yang bersangkutan. Tidak ada seorangpun manusia yang berhak mengambilkan keputusan bagi orang lain. Sebab itu adalah hidup dia dan bukan hidup kita. Salah ataupun benar keputusan yang diambil, konsekuensi adalah tanggungannya sendiri bukan tanggungan kita. Makanya walopun keputusan seseorang pada akhirnya salah, namun itu tetap adalah pilihan yang harus diambilnya berdasarkan kebebasan yang dimilikinya, sesuai dengan segala pertimbangan yang dimilikinya. Kita sama sekali tidak berhak memaksakan kehendak pada orang lain. Kita harus menghargai sesama kita seperti layaknya dan sepenuhnya seorang manusia yang punya kebebasan dalam menentukan keputusannya.

Oleh karenanya supaya kita tidak menghina derajat sesama kita karena memperlakukan mereka sebagai kerbau maka sangat penting jika kita belajar untuk memandang sesama manusia secara utuh dan menghormati kebebasan mereka.

Demikian juga supaya kita tidak menjadikan diri kita kerbau maka kita harus belajar untuk tidak melakukan sesuatu hal berdasarkan paksaan orang lain namun harus berdasarkan kesadaran diri. Melakukan sesuatu dengan terpaksa membuat kita jadi tidak menghargai dan tidak mengasihi bahkan merendahkan kemanusiaan diri kita sendiri alias menjadikan diri kita sejajar dengan kerbau.

Jika kita tidak mau disejajarkan dengan kerbau maka jangan perlakukan orang lain maupun diri kita sendiri seperti layaknya kerbau. Sampai ketemu di artikel selanjutnya…

Ditulis oleh:
Chandra Gunawan, M.Th
(Dosen STT Cipanas)

TINJAUAN ETIS KRISTIANI TERHADAP TENAGA KERJA SISTEM OUTSOURCING DI INDONESIA
Oleh : Jhon Musa Rendhoard ( Semesterv V)

Pendahuluan
Bekerja merupakan bagian dari kebutuhan hidup yang tidak bisa di lepaskan dari manusia, karena hampir seluruh hidup manusia adalah untuk bekerja. Tujuan dari bekerja itu tentu adalah untuk memenuhi hidup manusia itu sendiri, karena dengan bekerja manusia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya di dunia ini.
Ada berbagai macam-macam pekerjaan yang dapat kita lakukan , misalnya; bekerja sebagai petani, bekerja sebagai pegawai kantor/ pegawai negeri, bekerja sebagai rohaniawan, bekerja sebagai petugas keamanan dan lain sebagainya. Namun dalam bekerja tentunya ada sistem yang mengatur kita, baik sistem yang kita buat sendiri dalam usaha kita maupun sistem yang telah di atur oleh tempat dimana kita berada dan bahkan didalam pemerintahan sendiri telah membuat aturan berupa undang-undang untuk mengaturnya. Dalam sistem pekerjaan ada yang di sebut dengan sistem tenaga kerja kontrak, di dalam sistem tenaga kerja ini tentu ada yang menguntunkan namun juga bisa merugikan kebutuhan hidup manusia ini. Oleh karena itu di dalam pembahasan kali ini penulis ingin mempelajari lebih jauh tentang sistem ini dan melihat bagaimana tinjauan etis dari kepercayaan penulis yaitu Kristen dalam menjawab tentang sistem ini. Oleh karena itu selain sumber-sumber pengetahuan umum yang dipakai, juga pengetahuan teologi yang dipakai untuk menjawab bagaimana dalam menilai sistem ini. Sehingga diharapkan tulisan ini dapat menjadi suatu sumber pengetahuan bagi yang membaca .

Pembahasan
1.1. Apa itu tenaga kerja kontrak?
Untuk lebih mendalam tentang pembahasan ini, kita terlebih dahulu mengetahui dengan benar yang dimaksud dengan tenaga kerja kontrak itu dan apa saja perannya di dalam sistem kerja. Sistem tenaga kerja kontrak atau juga yang disebut dengan istilah “outsourcing (untuk selanjutnya digunakan istilah pekerja kontrak) adalah pekerja yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu (PWKT), yaitu perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerjaan tertentu” . Dari pengertian ini kita dapat mengetahui bahwa tenaga kerja kontrak itu adalah sebuah kerja yang di lakukan berdasarkan perjanjian dalam jangka waktu dan jenis kerja yang telah disepakati bersama, baik itu dengan pekerja, lembaga maupun perusahaan yang mengambil jasa tenaga kerja kontrak ini.
Dengan kemunculan sistem tenaga kerja ini, tentu terdapat pro dan kontra dalam masyarakat dalam menilai akan hal ini, tentu semua itu menggunakan pertimbangan dan sudut pandang yang berbeda-beda, sehingga ada yang menilai hal ini baik namun ada juga hal ini tidak baik. Dalam dunia modern jumlah manusia semakin bertambah begitu juga teknologi semakin berkembang, namun sayangnya dengan perkembangan teknologi yang semakin maju membuat tenaga manusia semakin berkurang untuk dibutuhkan, hal ini dikarenakan semua yang biasanya dikerjakan dengan tenaga manusia dapat dikerjakan oleh teknologi mesin dan komputer sehingga mengurangi tenaga kerja manusia. Dan yang menjadi masalah adalah dengan semakin banyaknya penduduk di dunia ini dan khususnya Indonesia membuat pekerjaan sulit di dapati oleh orang-orang yang membutuhkan pekerjaan. Selain sulitnya pekerjaan yang dicari akibat teknologi yang sudah hampir menggantikan tenaga manusia di tambah dengan sistem kerja yang hanya bersifat kontrak. Tentu dengan masalah seperti ini membuat kehidupan manusia menjadi tidak sejahtera.
Dengan semakin sulitnya mencari pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidup maka keputusan bekerja dengan sistem kontrak pun menjadi suatu pilihan dalam bekerja. Dalam penerapan kerjanya, “kontrak kerja yang bebas, yang kita kenal dalam negara-negara demokrasi, sekali-kali tidak berlawanan dengan kebebasan , tanggung jawab dan martabat manusia” . Artinya adalah bagi negara-negara demokrasi sistem tenaga kerja kontrak dalam penerapannya bukanlah untuk menjadikan manusia itu sebagai budak seperti yang diberlakukan pada masa dahulu, namun sistem kerja kontrak ini dilakukan dengan sang pekerja dan yang memperkerjakan dengan perjanjian atau kesepakatan yang telah dibuat bersama-sama, baik pekerja, lembaga atau intansi dan juga yang ingin memakai fasilitas tenaga kerja ini, semuanya dibuat berdasarkan kesepakatan bersama.
Namun jika kita melihat di dalam penerapan yang lebih dalam lagi, ternyata sistem tenaga kerja ini di jadikan bisnis bagi entah itu instansi berupa yayasan-yayasan yang mengelolah tenaga kerja ini maupun perusahaan yang tergiur keuntungan yang besar jika memakai sistem tenaga kerja kontrak ini karena ” di dorong ketamakan’ sebuah perusahaan untuk menekan cost serendah-rendahnya dan mendapatkan keuntungan setinggi-tingginya yang seringkali melanggar etika bisnis’ . Bahkan hampir setiap perusahaan yang melakukan sistem seperti ini karena dari sini kita melihat bahwa hal apa sajakah yang membuat perusahaan-perusahaan tergiur mendapatkan keuntungan seperti ini diantaranya ialaha, pertama, dengan menggunakan tenaga kerja kontrak perusahaan hanya memberikan gaji yang sesuai dengan perjanjian dan tanpa yang lainnya seperti tunjangan kesehatan dan lain sebagainya tidak diberikan, misalnya jika perjanjian gaji atau upah tiap bulannya sesuai perjanjiannya pekerja menerima Rp 800.000,00, maka sampai dengan batas waktu kontraknya ia hanya menerima gajinya seperti itu, tanpa kenaikanm tanpa bonus, tanpa tunjangan hari raya dan yang lainnya, dan yang kedua ialah jika masa kontraknya telah selesai maka perusahaan dapat menggunakan pekerja yang baru tanpa tunjangan apapun. Dari kedua contoh ini kita dapat melihat bagaimana menderitannya orang yang bekerja dengan sistem ini dan betapa senannya orang yang menggunakan jasa ini.
Tidak ada pilihan begitulah jika ditanya kenapa memilih bekerja dengan sistem kontrak seperti ini, seperti yang saya katakan bahwa selain teknologi yang hampir menyinkirkan tenaga manusia, perusahaan-perusahaan sekarang ini tanpa melihat manusianya yang bekerja, mereka mencari keuntungan yang sebesar-besarnya.

2.1. Peranan Pemerintah dengan memunculkan Undang-undang Tenaga kerja Kontrak
Pada saat pemerintah menetapkan tentang UU No. 13 tahun 2003 disahkan, maka praktek kerja kontrak begitu sangat diminati oleh setiap perusahaan-perusahaan dimana saja, . Oleh karena itu semua perusahaan memberlakukannya dalam bentuk kontrak kerja yang pendek dan outsourcing. “ Sebab jika kita melihat pengusaha tidak lagi mau memiliki hubungan langsung dengan buruh/pekerja. Buruh/pekerja menjadi bagian dari sebuah perusahaan pemborong yang tidak pernah memiliki perusahaan. Perusahaan pemborong ini disebut dengan Perusahaan Jasa Tenaga Kerja (PJTK). Perusahaan ini pada awalnya melakukan bisnis "mengeksport" Tenaga Kerja Indonesia ke luar negeri (Singapura, Malaysia, Arab, Jepang, dll). Tetapi pasca berlakunya UU No. 13 tahun 2003, PJTK ini memperoleh lahan baru yaitu "bisnis outsourcing" menyuplai tenaga kerja ke perusahaan-perusahaan di dalam negeri. Nyaris semua sector mempraktekkan system kerja kontrak saat ini, baik itu perbankan, manufactur, pertanian/perkebunan, bahkan sector pendidikan - pun sudah mulai ikut-ikutan” . Selain itu Menteri tenaga kerja dan Transmigrasi mengeluarkan keputusan, “ Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor:100/Men/VI/2004 tentang ketentuan pelaksanaan Perjanjian Kerja waktu tertentu (Kepmen PKWT), Kep 220/ Men/X/2004 tentang syarat-syarat Penyerahan sebagian Pelaksanaan Pekerjaan kepada Perusahaan Lain, serta Kep 101/Men/VI/2004 tentang Tata cara Perijinan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh” . Dengan beradanya Undang-undang yang berlaku tentang ketanaga kerjaan dengan sistem ini, membuat pengusaha menerapkan sistem ini.Ketentuan outsourcing pada Undang-undang Tenaga Kerja dimaksudkan untuk mengundang para investor agar mau berinvestasi di Indonesia. Penggunaan outsourcing seringkali digunakan sebagai starategi kompetisi perusahaan untuk fokus pada core business-nya. Namun, pada prakteknya outsourcing didorong oleh keinginan perusahaan untuk menekan cost hingga serendah-rendahnya dan mendapatkan keuntungan berlipat ganda walupun seringkali melanggar etika bisnis.
Dan inilah yang terjadi sekarang ini di negara kita Indonesia, kita mengetahui bahwa jumlah penduduk di Indonesia cukup banyak, sehingga tiap tahunnya banyak lulusan-lulusan baik dari sekolah menengah atas sampai perguruan tinggi, banyak yang harus menganggur, karena sulitnya mencari pekerjaan, sehingga mau tidak mau harus bekerja dengan sistem kontrak yang sama sekali jauh dari standar seorang pegawai atau karyawan tetap.

2.2. Perjanjian Kerja
Dalam sistem tenaga Kerja kontrak, hal yang harus kita ketahui juga yaitu dengan perjanjian kerja, yang berarti, “Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pengusaha atau pemberi kerja dan pekerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. Perjanjian kerja, yang memiliki unsur pekerja, upah dan pemerintah” . Dalam hal ini yang lebih tinggi tentunya adalah pengusaha yang berwenang untuk menentukan berapa upah dan jenis pekerjaan yang diberikan kepada jasa tenaga kerja yang telah di kontrakkan untuk bekerja di bawah pimpinan pengusaha tersebut.
2.3. Tanggapan Terhadap Sistem Tenaga Kerja Kontrak
Beberapa waktu lalu, Menakertrans Erman Suparno mengeluarkan statemen kepada public bahwa system kerja kontrak sudah semestinya dihapus.” System kerja ini berlaku kemudian setelah UU No. 13 tahun 2003 diberlakukan. Pada jaman Kolonial Belanda, system kerja kontrak adalah praktek di perkebunan-perkebunan sebagai wujud penjajahan asing atas Indonesia. Kemerdekaan 17 Agustus 1945 menghapuskan system kerja kontrak tersebut, tetapi dihidupkan lagi tahun 2003 lalu” . Dalam tanggapannya mengenai masalah ini Menakertrans ingin agar pemerintahan yang baru dapat melihat lebih serius tentang masalah ketenagakerjaan sistem kontrak ini, di berharap agar pemerintah dapat menghapus sistem kontrak ini. Namun pada kenyataannya sistem ini masih tetap bertahan sampai sekaran dan bahkan sistem ini semakin banyak dikelola oleh setiap yayasan atau lembaga yang ingin mencari keuntungan dari penjualan jasa ini.

3.1. Pandangan Etis Teologi
Dengan beradanya sistem tenaga kerja kontrak ini, bagaimanakah kita dapat menyikapinya berdasar dengan pandangan iman yang kita pelajari, apakah Alkitab sebagai firman Allah juga memuat tentang kesejahteraan manusia dan juga tentang pekerjaan dari manusia itu sendiri. Alkitab kita cukup gamblang dalam membahas akan masalah ini, “dalam hal bekerja misalnya kita dapat melihat di dalam Kejadian 1:28 yang merupakan perintah Tuhan bagi manusia ciptaanNya, yaitu “Beranak cuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu. Di sini tiga perintah beruntun, dan setiap perintah berlanjut logis dalam perintah berikutnya” . Dari sini kita melihat bahwa bekerja merupakan bagian dari perintah yang Tuhan berikan kepada kita sebagai orang percaya. Sedangkan dalam hal kesejahteraan antar sesama manusia, haruslah dipahami bahwa bekerja bukanlah untuk kepuasan dari diri sendiri, intansi/lembaga dengan mencari keuntungan sebesarnya tanpa melihat manusia yang bekerja, namun seperti di dalam Injil Matius 22:39 “ dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”. Bahwa firman Tuhan ini menunjukkan kepada kita untuk juga mengasihi orang lain seperti kita, inilah perintahNya bagi kita orang percaya yang dapat kita terapkan di dalam bekerja ataupun kerja.
3.2. Tinjauan Etis Kristiani
Dasar utama dari tinjauan Etis Kristiani ialah seperti yang telah kita ketahui ialah Alkitab, yang terdiri dari Perjanjian Lama dan juga Perjanjian Baru, oleh karena itu bagaimana tanggapan Alkitab mengenai bekerja?..
• Pandangan Perjanjian Lama tentang Kerja. Kerja berarti kemuliaan, Keluaran 34:21 memberikan perintah ini: “Enam harilah lamanya engkau bekerja, tetapi pada hari yang ketujuh haruslah engkau berhenti, dan dalam musim membajak dan musim menuai haruslah engkau memelihara hari perhentian juga”. Biasanya tekanannya diberikan pada istirahat satu hari dalam seminggu. Tetapi perhatikanlah bahwa ayat ini mengatakan bahwa “Enam hari lamanya engkau bekerja”. Itu adalah perintah, bukan pilihan. Oleh karena itu adalah Perintah dari Tuhan maka kerja merupakan sesuatu yang mulia untuk dikerjakan oleh setiap manusia.

• Pandangan Perjanjian Baru tentang Kerja. Di dalam Perjanjian Baru kerja diasumsikan sebagai cara yang normal bagi setiap orang. Surat 2 Tesalonika 3:10 mengatakan “Jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan.
Dari kedua pemahaman ini, berati bekerja merupakan bagian dari hidup kita sebagai orang percaya. Jelas Allah mahakuasa, Ia mampu mencukupi kebutuhan kita dengan cara apapun yang ingin Ia berikan, manna, anugerah, pemerintahan atau apa saja, tetapi umumnya kecukupan datang dari bekerja. Oleh karena itu jika di simpulkan bekerja merupakan bagian dari orang percaya. Namun bagaimana tanggapan kita mengenai sistem tenaga kerja kontrak ini.
Dengan mendasari pemahaman dari firman Tuhan yang telah kita bahas di atas, tentu sistem ini bertentangan dengan nilai etis Kristiani, karena sistem ini tidak dapat mensejahterakan manusia yang bekerja dengan sistem ini, bahkan kalau dibilang sistem ini tidak memiliki keadilan dalam hal pengupahan dan kesejahteraan lainnya misalnya;
1. Jaminan Kesehatan
2. Jaminan jiwa/ asuransi jiwa
3. Bonus tenaga kerja yang bekerja di atas jam normal yaitu rata-rata normal 8 jam bekerja
4. Tunjangan Hari Raya
5. Tunjangan Keluarga
6. Dan tunjangan setelah masa akhir kerjanya telah selesai.
Dari keenam hal ini kita tidak akan dapat pada sistem tenaga kerja kontrak, karena dalam sistem tenaga kerja kontrak, pihak ketiga, seperti yang di jelaskan, hanya memberi upah berupa gaji pokoknya saja, tidak ada tambahan-tambahan apapun. hal ini tentu sangat menyedihkan, karena gaji tersebut misalnya, hanya di beri Rp. 800.000.00, tidaklah mencukupi kebutuhan hidup bagi sang tenaga kerja, sedangkan jika kita melihat gaji seorang karyawan tetap, jika ia memiliki gaji pokok sebesar Rp. 800.000.00, di tambah dengan ke enam hal yang di atas, maka tiap bulan ia bisa mendapat kan gaji bisa mencapai tiga kali lipat dari karyawan kontrak, oleh karena itu bagi perusahaan-perusahaan maju, tidak mungkin mereka mau mencari tenaga kerja tetap, mereka lebih memilih untuk mencari tenaga kerja kontrak sebanyak mungkin agar pengeluaran mereka tidak terlalu banyak untuk membiyayai para karyawannya.
Sistem kerja seperti ini tentu tidaklah seperti yang Alkitab ajarkan, karena jika kita melihat, Alkitab menuntut supaya kita sebagai orang percaya memperlakukan baik itu karyawan, tetap maupun karyawan kontrak haruslah dengan adil, seperti yang di tulis Dr.J.Verkuyl, dalam bukunya Etika Kristen sosial Ekonomi “Majikan terpanggil dan di wajibkan memenuhi kewajiban-kewajiban yang tercantum dalam kontrak. ia wajib membayar upah menurut ketentuan-ketentuan yang telah di tetapkan, menepati waktu pemutusan hubungan kerja, melaksanakan peraturan-peraturan tentang liburan, sakit, cacat, tunjangan anak dsb. dari majikan di tuntut, bahwa ia dengan keadilan dan kebijaksanaan akan menepati janjinya” . Hal inilah yang harusnya dilakukan karena manusia itu juga mempunyai kebutuhan yang besar secara pribadi.
Jika di dalam penerapannya sistem tenaga kerja kontrak ini menerapkan tanggung jawab sosialnya agar pekerja itu dapat sejahtra dengan memberikan upah yang sesuai dan juga terdapat kesejahteraan pekerja, tentunya ini tidaklah terlalu bermasalah.

4. Kesimpulan
Dengan memahami tentang sistem tenaga kerja kontrak ini sangat tidak baik diterapkan, maka tanggapan saya berdasarkan tinjauan etis Kristiani yang telah dipelajari maka, saya menganggap bahwa sebaiknya sistem tenaga kerja kontrak ini tidak diperlakukan lagi di dalam perusahaan manapun, karena sangat merugikan orang lain, sehingga tidak adanya kesejahtraan dalam hidup manusia. karena tentu kita ketahui bahwa dalam sistem pengupahan pun pekerja tidak diberikan dengan pantas, pantas dengan kondisi hidup yang sesuai dengan kebutuhan hidup sehari-hari.
Memang ada juga yang berpendapat bahwa dengan sistem ini akan mengurangi pengangguran yang semakin meraja lela di bangsa kita, sehingga dengan sistem ini akan sangat menolong bagi jumlah pengangguran yang ada, namun menurut saya ini pun bukanlah solusinya karena tetap setelah bekerja dengan sistem ini pekerja akan merasa tersiksa, karena ketika ia telah bekerja dengan tenaga yang telah dipakai namun ia tidak di bayar sesuai dengan besarnya pekerjaan yang dikerjakannya.
Oleh karena itu, menurut saya, berdasarkan tinjauan teologis, maka kita sebagai pengusaha dalam memberikan upah haruslah juga memperhatikan setiap kebutuhan-kebutuhan hidup dari sang pekerja, berupa kesejahtraan hidup.



DAFTAR PUSTAKA
Nurachmad, Much., ST, M. Hum, Tanya Jawab Seputar Hak-hak Tenaga Kerja Kontrak (outsourcing
Mary White, Jerry , Bekerja, (BPK: Jakarta, 1990)
Sott , John, Isus-Isu Global menantang Kepemimpinan Kristiani, Terj: G.M.A. Nainggolan, (YKBK: Jakarta, 1994)
Verkuyl, Dr. J., Etika Kristen sosial Ekonomi,, (BPK: Jakarta, 1985)
Data dari Internet:

Sumber : http://www.kpsmedan.org/index.php?option=com_content&view=article&id=66&Itemid=58

Sumber : http://priandoyo.wordpress.com/2007/05/10/delapan-pertanyaan-tentang-outsourcing-tenaga-kerja/ (28 Oktober 2011