Jumat, 29 Januari 2010

PERANG YAHWE

Oleh: Feri Indriawan
(Mahasiswa sem. VIII STTC)


Perang merupakan suatu kenyataan hidup yang umum sepanjang zaman Perjanjian Lama.[1] Buktinya dalam Perjanjian Lama sendiri, kata perang muncul sebanyak 319 kali, sehingga dengan banyaknya kata perang ini menarik untuk diteliti. Apa benar, Alkitab yang dikatakan kitab suci mengajarkan untuk berperang, apalagi kata perang dalam Perjanjian Lama dihubungkan dengan TUHAN sebagai pahlawan perang Kel (15:3). Maka melalui paper ini, akan dijelaskan kata perang dalam kitab Perjanjian Lama yang dihubungkan dengan Allah sebagai pahlawan perang, sehingga disebut dengan perang YHWH. Terkhusus dalam teks Ulangan 20:1-18 yang merupakan satu kitab pengulangan kembali terhadap hukum-hukum yang diberikan Allah, tentang hukum perang (7:1-26).

Terminologi
Dalam kamus besar bahasa Indonesia kata perang memiliki arti permusuhan atau pertempuran antara negara, bangsa, tentara, bisa juga melawan kejahatan.[2] Sedangkan kata perang yang muncul sebanyak 319 kali di Perjanjian Lama, dalam bahasa Ibrani ditulis dengan kat
a (milkhama), yang berasal dari kata lakham yang artinya berperang. Dalam Kanon Perjanjian Lama, kata ini muncul pertama kali di kitab Kej. 14:2 dan berakhir dalam Zak. 14:2.

Sehubungan dengan kata perang dalam PL tersebut, kata perang dapat terbagi menjadi dua istilah, yakni istilah perang sekuler dan perang suci. Dimana dalam pengelompokkan tersebut, istilah perang sekuler diindikasikan hanya mempunyai tujuan untuk merampas dan merebut tanah (negeri, daerah) saja (1Sam. 21:5).[3] Sedangkan yang dikatakan dengan perang suci atau perang Yahweh, yaitu perang yang dilakukan umat Allah (bangsa Israel), atas nama Yahweh untuk melawan musuh asing dan para dewanya. Bagi pemahaman bangsa Israel, perang suci merupakan sebutan yang dipercayai oleh bangsa yang percaya kepada Yahweh sebagai Allah yang telah menjanjikan tanah Kanaan kepada bangsa Israel. Meyakini bahwa Yahweh memenuhi janji-Nya melewati kenyataan perang, perang dianggap suci terutama bila tujuannya adalah mencegah ancaman terhadap hidup bangsa Israel, yang mana perang ini untuk menumpas ilah-ilah lain. Sehingga perang yang dilakukan bangsa Israel merupakan suatu bentuk ketaatan dan kesetiaan umat kepada Allah. Adapun hal lain sebutan perang suci digunakan oleh bangsa Israel, yakni untuk meyakini bahwa kemenangan yang diraih bangsa Israel merupakan kemenangan yang diberikan Yahweh dalam memenuhi janji-Nya.[4]

Allah Sebagai Pahlawan Perang
Menurut Walter Brueggemann (Teologi PL, 368-9), Allah sebagai pahlawan perang merupakan sebuah metafora yang menggambarkan Allah sebagai raja dan hakim. Sebagai pahlawan perang, Dia seperti sang hakim berkomitmen pada ketentuan hukum yang bertindak untuk memapankan, mempertahankan atau menerapkan hukum yang diketuai oleh raja. Seperti halnya dengan hakim dan raja, demikianpun pengertian pahlawan perang berfungsi sebagai prinsip kritis guna menegaskan bahwa Yahweh akan bertempur dan mengalahkan para pihak yang secara tidak sah memangku kekuasaan publik. Lebih dari itu, metafora ini, berfungsi sebagai titik rujukan dan peradilan banding bagi orang-orang yang tidak memiliki pertolongan atau harapan dari sumber lain.


Dalam pemahaman bangsa Israel, menyebut Allah sebagai pahlawan perang, pertama kali ketika bangsa Mesir dibinasakan dihadapan mereka (Kel. 15:3). Di mana Yahweh bertindak keras terhadap Mesir demi masa depan bagi bangsa Isarel diluar lingkup penindasan, serta untuk menjamin ruang hidup bangsa Israel, yakni negeri yang telah dijanjikan Allah dalam kitab Kejadian.[5] Adapun Yahweh sebagai pahlawan perang diangkat kembali dalam Kitab Yesaya dari masa pembuangan, ketika bangsa Israel bersaksi tentang kekalahan Babilon dan pembebasan dari pembuangan.[6] Maka dengan demikian, Allah sebagai pahlawan perang merupakan suatu pemahaman yang dipakai bangsa Israel, untuk membuktikan kepada bangsa Israel bahwa Allah setia terhadap perjanjian-Nya. Allah yang selalu menyertai, melindungi dan menolong mereka, supaya kehidupan bangsa Israel setia dan bergantung hanya kepada-Nya.

Pemahaman tentang Perang dalam konteks Anugerah
Menurut G. Von Rad (Studies In Deuteronmy, 45), perang suci merupakan salah satu dari perayaan perjanjian bagi Israel di Sikem dalam wujud agung-Nya, yang pada dasarnya disebut sebagai anugerah. Hal ini berlaku terutama pada zaman pendudukan tanah Kanaan, yakni jaman Yosua dan para Hakim. Bahwa perang Yahweh merupakan suatu penghiburan dan penguatan bagi umat yang menghadapi tanggung jawab yang berat, untuk merebut dan mendiami secara nyata, tanah/negeri yang sudah dijanjikan kepada mereka secara teologis. Di mana kesuksesan itu bukan bergantung pada kekuatan umat, melainkan Yahwehlah yang menjadi pejuang yang sebenarnya, mengalahkan musuh serta memberikan tanah pusaka tersebut.[7] Sehingga kemenangan-kemenangan dalam perang suci, dapat disebut sebagai karya-karya kebenaran Allah atau lebih tepat sebagai tindakan-tindakan Yahweh yang mengerjakan janji dan keadilan-Nya bagi umat.[8]

Hukum Perang Dalam Kitab Ulangan 20
Sebagaimana kita ketahui, bahwa kitab ulangan memiliki prinsip yang mendasar, yakni kasih kepada Allah (Ul. 6:4-5). Dimana kitab ini disusun kembali pada abad ke 7 sM, ketika bangsa Israel sudah berada di tanah Kanaan, yang sedang mengalami kemerosatan rohani. Maka untuk memahami perang yang dialami oleh bangsa Israel, yang termuat dalam Ul. 20 ini. Kita juga harus melihat dalam konteks Kanaan pada waktu itu, yang diketahui sebagai tempat penyembahan baal. Sehubungan dengan itu, maka ketika Allah secara eksplisit mengarahkan umat Israel untuk berperang tanpa belas kasihan, hal ini terjadi apabila tawaran perdamaian ditolak (Ul. 20). Hal ini kemungkinan refleksi daripada penulis sumber D yang memiliki dasar kasih akan Allah untuk menghancurkan ilah-ilah lain, sehingga ketika perang itu terjadi, untuk membuktikan umat mengasihi Allah-nya. Adapun dalam peperangan ini dapat dibedakan menjadi dua bagian, perang dengan kota yang jauh (10-14) dan kota yang dekat (15-18)
. Yakni kota-kota bangsa yang diberikan Allah untuk menjadi milik pusaka. Yaitu negeri orang Het, orang Amori, orang Kanaan, orang Feris, orang Hewi, dan orang Yebus, seperti yang diperintahkan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, supaya mereka jangan mengajar kamu berbuat sesuai dengan segala kekejian, yang dilakukan mereka bagi allah mereka, sehingga kamu berbuat dosa kepada TUHAN, Allahmu (20:16-18). Dengan demikian, bahwa hukum perang yang dimuat dalam kitab Ulangan 20 ini, terjadi dalam konteks Kanaan, untuk menumpas segala kekejian yang terjadi di tanah perjanjian terhadap Allah. Maka sehubungan dengan itu penulis sumber D memberi keyakinan terhadap umat, bahwa Allah Israel saja yang patut disembah melalui kepercayaan yang ditulis dalam Kitab Ulangan 20:1-4 bahwa Allah mereka lebih dasyat dari kekuatan-kekuatan lain.

20:1 "Apabila engkau keluar berperang melawan musuhmu, dan engkau melihat kuda dan kereta, yakni tentara yang lebih banyak dari padamu, maka janganlah engkau takut kepadanya, sebab TUHAN, Allahmu, yang telah menuntun engkau keluar dari tanah Mesir, menyertai engkau.


Ayat 1, kalimat engkau melihat kuda dan kereta ini, ingin menunjukkan tanda kekuatan tentara dan pada waktu itu dipakai sebagai senjata perang yang sangat penting, menjadi kekuatan tentara yang patut disegani (2 Raj. 7:6; 2 Raj: 18:32; Yer 4:13).[9] Adapun kalimat ini ingin menunjukkan adanya pandangan bahwa kuda dan kereta sebagai perlengkapan perang yang kuat, yang dapat memberikan kemenangan pada waktu itu, bagi bangsa yang memilikinya. Namun dalam ayat ini juga, bangsa Israel dianjurkan untuk tidak boleh takut, melainkan harus menyakini bahwa Tuhan memihak kepada mereka (yang telah menuntun keluar dari Mesir), dapat mengalahkan segala perlengkapan itu dengan kuat kuasa-Nya (Kel 14:26,28; Kel 15:1,4; Ul 11:4). Maka sehubungan dengan kalimat tidak boleh takut dan Tuhan memihak kepada mereka, menganjurkan supaya bangsa Israel untuk tetap bersandar dan mengasihi Tuhan, sebagai ciri dasar tulisan Deuteronomis. Bahkan dikatakan dalam Yos. 11:6,9; 2 Sam. 8:4 bangsa Israel disuruh untuk melumpuhkan kuda dan membakar kereta yang ditangkap dalam perang, supaya jangan menjadi godaan bagi bangsa Israel sendiri, kalau diambil alih dan dijadikan kekuatan militer yang dapat menyombongkan diri seperti bangsa lain, sehingga melepaskan ketergantungannya kepada Allah (Yes 30:16; Yes 31:1; Hos 14:3).[10] Dengan demikian nampak jelas, bahwa ayat ini ingin memperlihatkan penyertaan Allah bagi umat-Nya dalam kedasyatannya, agar umat tetap bersandar pada-Nya.

20:2 Apabila kamu menghadapi pertempuran, maka seorang imam harus tampil ke depan dan berbicara kepada rakyat,


Ayat 2, kalimat seorang imam harus tampil. Dalam Kitab Ulangan, kata imam muncul sebanyak 13 kali.[11] Sehubungan dengan banyaknya kata imam itu, kemungkinan menjadi hal yang penting dalam Kitab Ulangan, adapun kata imam selalu dihubungkan dengan imam-imam orang Lewi, walaupun sepertinya lepas, misalnya antara Ul. 17:12 yang perlu dibandingkan 17:9; 18:3 dengan 18:1, dst. Sedangkan tugas seorang imam, yakni memelihara Tora (17:18; 31:9).[12] Maka dengan demikian, apabila seorang imam harus tampil berbicara kepada rakyat, hal ini ingin mengarahkan rakyat untuk tetap setia terhadap Tora dan agar bangsa Israel takut akan Tuhan. Seorang imam juga menjadi penasihat kepada umat, supaya umat mengingat kepada perbuatan Allah yang sudah dan selalu menolong umat.


20:3-4 dengan berkata kepada mereka: Dengarlah, hai orang Israel! Kamu sekarang menghadapi pertempuran melawan musuhmu; janganlah lemah hatimu, janganlah takut, janganlah gentar dan janganlah gemetar karena mereka, sebab TUHAN, Allahmu, Dialah yang berjalan menyertai kamu untuk berperang bagimu melawan musuhmu, dengan maksud memberikan kemenangan kepadamu.


Sehubungan dengan kalimat-kalimat dalam ayat 3-4, penulis ingin mengingatkan dan menguatkan kembali kepada umat, untuk tidak takut, lemah dan gentar, oleh karena adanya penyertaan Tuhan bagi umat. Dimana pernyataan ini juga ingin menunjukkan kepada bangsa Israel, bahwa adanya kekuatan lain, yang memiliki kekuatan lebih daripada kuda dan kereta yang dimiliki bangsa lain (1), seperti halnya bangsa Israel telah dibebaskan dari Mesir adalah suatu hal yang mustahil, apabila tidak adanya penyertaan Allah, karena pada waktu itu Mesir memiliki kekuatan militer yang terlatih dan kuat. Sedangkan kalimat Dialah yang berjalan menyertai kamu, merupakan kelanjutan dari ayat 3, yang digunakan oleh penulis Deutronomi yang diambil dari tradisi kuno. Bahwa pada zaman para hakim penyertaan Allah dilambangkan dan dijamin melalui tabut,[13] yang diangkut oleh imam-imam ketengah medan peperangan (Bil 14:44; 1 Sam 4:3).[14] Tabut sebagai tanda yang kelihatan dari hadirat Yahweh menyertai umat.[15] Hal ini ingin menunjukkan kehadiran Allah ditengah-tengah umat yang akan memberikan kemenangan kepada umat. Dengan demikian bangsa Israel tidak boleh takut terhadap musuh, melainkan hanya takut kepada Allah saja.

Konsep Teologis
Bangsa Isarel merupakan umat yang dipilih dan dipakai Allah untuk menjadi berkat bagi seluruh bangsa. Dalam keterpilihannya karena anugerah Allah semata, Allah menyatakan janji-Nya kepada bangsa Israel untuk memberikan tanah perjanjian, yakni tanah Kanaan. Maka sehubungan dengan pemilihan dan janji Allah tersebut, kehidupan umat Allah tidaklah pernah terlepas dari penyertaan Allah di dalam situasi apapun. Perang Yahweh yang dibahas dalam tulisan ini, pada dasarnya bukan menunjukkan Allah yang berperang secara nyata bagi bangsa Israel, melainkan penyertaan Allah dalam kehidupan bangsa Israel. Dimana ketika bangsa Israel berada di padang gurun dan ketika ingin memasuki tanah Kanaan, Allah menyertai mereka untuk menjadi penolong dan pelindung mereka untuk sampai ke tanah perjanjian. Sehingga bangsa Israel memiliki pemahaman Allah sebagai pahlawan perang, yang mereka imani bahwa Allah selalu menyertai mereka dalam setiap kehidupannya.

Hal lain ketika berada di dalam tanah perjanjian, umat diminta untuk memperlihatkan keterpilihannya, dengan mentaati perjanjian Allah dalam Tora. Dimana bangsa Israel diarahkan berperang melawan penduduk setempat untuk menghancurkan penduduk dan para dewanya, agar bangsa Israel tidak terpengaruh terhadap ilah-ilah bangsa sekitar, melainkan hanya kepada Allah saja. Maka dengan demikian, apa yang dikatakan dengan perang Yahweh, yakni perang yang dilakukan umat Allah untuk menunjukkan kesetiaan dan ketaatannya kepada Allah untuk menghancurkan penyembahan-penyembahan berhala yang dilakukan bangsa Kanaan. Sehingga bangsa Israel mengakui bahwa kemenangan-kemanangan yang diperolehnya berasal dari Allah yang selalu menyertai dan melindungi hidup mereka, agar mereka selalu beriman dan taat kepada Allah saja.

Perang yang dilakukan bangsa Israel pada waktu itu merupakan suatu wujud nyata yang terjadi. Bangsa Israel yang terpilih menjadi umat pilihan Allah, dimana Allah selalu menyertai dan melindungi mereka, dengan membebaskan dan melepaskan mereka dari kejaran Mesir. Demikian juga dengan halnya, bangsa diperkenankan dan diarahkan Allah untuk berperang melawan bangsa lain (di tanah perjanjian) apabila tidak mau diajak berdamai, yakni untuk menunjukkan kesetiaan umat terhadap Allah. Bahwa Allah orang Israel adalah Allah yang patut disembah daripada ilah-ilah lain yang ada pada waktu itu. Maka dengan demikian perang Yahweh yang disebut dalam PL merupakan perang yang dilakukan umat untuk melawan ilah-ilah lain, bukan Allah yang berperang langsung menumpas bangsa-bangsa lain. Melainkan Allah hanya menyertai dan melindungi mereka. Hal ini diyakini dalam iman umat Allah, bahwa kemenangan itu diperoleh dari Allah dalam penyertaan-Nya bagi bangsa Israel. Sehingga mereka tidak perlu takut, melainkan harus tetap bersandar dan bergantung kepada Allah saja.

Relevansi
Bagaimana dengan konteks saat ini? Perang Yahweh terus relevan, oleh karena setiap kehidupan kita adalah perang. Yakni perang melawan kejahatan, ketidakadilan, dll. Sehingga perang ini, bisa kita katakan sebagai perang Yahweh, karena ketika kita dapat menegakkan dan memenangkan peperangan dengan kejahatan tersebut, itu semua karena adanya kekuatan Allah yang memampukan kita untuk dapat melawan itu semua.





[1] W.R.P. Browning, A Dictionary Of The Bible atau Kamus Alkitab, terj. Dr. Lim Khiem Yang dan Bambang Subandrijo, M.Th, (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2007), hal. 341

[2] W.J. S Poerwardaminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT Balai Pustaka, 1985), hal. 735

3] TH.C. Vriezen, Agama Isarel Kuno, (Jakarta :BPK Gunung Mulia, 2007 ), hal 171


[4] S. Wismoady Wahono, Di Sini Kutemukan, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), hal 126-127

[5] Ibid, Agama Israel Kuno, 171

[6] Lih. Yesaya 40:10. Lihat, itu Tuhan ALLAH, Ia datang dengan kekuatan dan dengan tangan-Nya Ia berkuasa. Lihat, mereka yang menjadi upah jerih payah-Nya ada bersama-sama Dia, dan mereka yang diperoleh-Nya berjalan di hadapan-Nya. Dan Yes. 52 :10. TUHAN telah menunjukkan tangan-Nya yang kudus di depan mata semua bangsa; maka segala ujung bumi melihat keselamatan yang dari Allah kita.

[7] I. J. Crains, Tafsiran Alkitab Ulangan 2 Fasal 12-34, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1986), hal 127-128

[8] Ibid, Agama Israel Kuno, 171

[9] Ibid., Tafsiran Alkitab Ulangan 2 Fasal 12-34, 120

[10] Ibid., Tafsiran Alkitab Ulangan 2 Fasal 12-34, 120

[11] Alkitab Elektronik 2007, Pecaharian Kata Dalam Kitab Ulangan. Bnd. Crains, 121

[12] Ibid., Tafsiran Alkitab Ulangan 2 Fasal 12-34, 121

[13] Sebuah benda suci yang berisi dua loh batu yang bertuliskan Taurat Tuhan (Ul. 10:2,5)

[14] Ibid., Tafsiran Alkitab Ulangan 2 Fasal 12-34, 121

[15] G. V. Rad, Studies In Deuteronomy, hal 43